Tak Tertarik ke Kota, Begini Kisah Pria Lulusan IT yang Kini Sukses Budidaya Lobster

Ricky Suntoro memilih menjadi pembudidaya lobster ketimbang menjadi IT. (YouTube)

Penulis: Tatang Adhiwidharta, Editor: Reza P - Rabu, 8 September 2021 | 14:40 WIB

Sariagri - Melihat potensi alam yang luas di Lampung, membuat Ricky Suntoro tertarik menjadi seorang pembudidaya untuk komoditas lobster.  Ricky menuntaskan perkuliahannya di bidang IT pada tahun 2005, anak muda ini memilih untuk kembali ke kampung halaman dan memulai bisnisnya.

“Sebenarnya saya kuliahnya bidang IT, jadi habis lulus kuliah saya lulus tahun 2005 saat itu IT belum terlalu berkembang, jadi saya lihat orang di Jakarta lulusan IT sama yang lainnya tuh sama gak ada lebihnya, udahlah saya mutusin balik ke Lampung,” ujarnya seperti dikutip dari channel Youtube Antara TV Indonesia, Rabu (8/9/2021).

Ricky menceritakan bahwa ilmu budidayanya didapat dari kerabat sang ayah yang lebih dulu berbudidaya udang vaname. Dikatakannya, selama dua tahun dia tinggal ditambak demi mendapatkan ilmu budidayanya tersebut.

“Saya belajar dari A sampai Z dan akhirnya lebih nyaman tinggal di pedalaman sebenarnya dibanding di kota penuh dengan hiruk pikuk, kalau di sini kan masih ada chance kita untuk menjadi market leader,” jelasnya.

Dia pun memiliki misi mulia dari bisnis budidaya lobster yang tengah digelutinya di Lampung, di mana, ia pertama untuk membangun potensi daerah dan kedua untuk memperbanyak pemberdayaan masyarakat pesisir.

Budidaya lobster

Pria yang masih tergolong usia milenial ini, membudidayakan lobster di keramba tenggelam yang merupakan model pengembangan dari keramba jaring apung. Keramba tersebut terletak di perairan Tanjung Putus, Kabupaten Pasawaran, Provinsi Lampung. Adapun jenis lobster yang dibudidayakannya adalah lobster pasir dan lobster bambu.

“Awalnya kita kerja dibudidaya udang vaname cuma dengan kondisi perairan, cuaca dan perubahan segala macam jadi agak lebih sulit dan kita mencoba untuk di keramba,” jelasnya.

Ricky mengungkapkan jika dibandingkan dengan budidaya di tambak yang berada di darat, keramba yang berada di laut tentu dapat menekan biaya operasional dari budidaya itu sendiri.

“Banyak energi yang kita keluarin kalau di tambak darat, kita harus ada biaya solar, PLN, nah kalau di laut kita gak keluar biaya, nah kita lihat disitu harusnya masih ada margin lah untuk dibudidaya lobster ini,” terangnya.

Lebih lanjut, Ricky menjelaskan kelebihan menjadi pembudidaya dibanding dengan penampung lobster adalah ketika memiliki produk yang dibudidayakan sendiri ketika harga sedang bagus disitulah momentum untuk menjualnya.

“Kalau kita panen indikatornya dua sih sebenarnya satu minimal kita ada barang satu kuintal dan faktor paling utama yang memutuskan kita untuk panen itu adalah harga bagus,” paparnya.

Ricky menambahkan, ketika sudah banyaknya pembudidaya lobster, para nelayan masih tetap bisa menangkap benur. Namun benur tersebut tidak untuk di ekspor, dikatakannya kebutuhannya untuk memenuhi lokal saja.

Baca Juga: Tak Tertarik ke Kota, Begini Kisah Pria Lulusan IT yang Kini Sukses Budidaya Lobster
Kisah Milenial Asal Klaten yang Sukses Budidaya Koi Varietas Unggul

“Nelayan lokal ini masih bisa nangkep, jadi gak usah diekspor lokal saja sudah butuh, yang daerahnya memang punya potensi tangkapan biar mereka nangkep, yang gak punya potensi tangkapan biar mereka budidaya,” katanya.

“Indonesia ini kaya laut maupun darat, kalau kita yang generasi mudanya gak mau masuk nanti malah perusahaan-perusahaan luar yang masuk, terus kita ngeliatin doang itu lebih sayang lagi. Dan kalau misalnya soal gengsi, gengsi itu gak bikin kita kenyang,” pungkasnya.