Kasihan, Bayi Hiu yang Lahir Prematur Ini Kekurangan Gizi

Bayi hiu lahir prematur. (Live Science)

Editor: Dera - Selasa, 19 Januari 2021 | 21:30 WIB

SariAgri - Sebuah penelitian menemukan seekor bayi hiu lahir dalam keadaan prematur, bertubuh kecil dan kekurangan gizi. Para peneliti mengatakan, kelainan bayi hiu itu diyakini terjadi akibat kenaikan suhu laut sebagai dampak dari perubahan iklim.

Peneliti menemukan efek pemanasan suhu laut itu pada hiu epaulette atau Hemiscyllium ocellatum, spesies hiu kecil bertelur yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dasar laut di Great Barrier Reef.

Mereka mempelajari kantung telur di laboratorium di New England Aquarium di Boston dan menemukan bahwa air yang lebih hangat menyebabkan kelahiran prematur bayi hiu di dalamnya.

"Semakin panas kondisinya, semakin cepat semuanya terjadi dan ini bisa menjadi masalah bagi hiu," ujar peneliti utama Carolyn Wheeler, yang juga kandidat doktor di Universitas Massachusetts dan Pusat Keunggulan ARC untuk Studi Terumbu Karang di Universitas James Cook ( JCU) di Australia, seperti dikutip Live Science.

"Embrio tumbuh lebih cepat dan memanfaatkan kantung kuning telur yang merupakan satu-satunya sumber makanan mereka saat berkembang dalam telur. Ini menyebabkan mereka menetas lebih awal dari biasanya. " tambah Wheeler.

Hiu dan pari, secara kolektif dikenal sebagai Chondrichthyes, berkembang biak dengan dua cara utama. Hiu yang lebih besar, seperti hiu putih besar dan hiu paus, melahirkan anak, sedangkan hiu dan pari yang lebih kecil bertelur yang kemudian dibiarkan berkembang dan akhirnya menetas, tanpa bantuan dari induknya.

Bagi hiu yang bertelur, memiliki keturunan yang lebih kecil dan kurang gizi merupakan masalah, karena bayi-bayi tersebut langsung dirugikan sejak lahir. Namun, menurut peneliti, temuan ini mengkhawatirkan semua spesies hiu.

Menurut Jodie Rummer, rekan Wheeler, hiu epaulette dikenal karena ketahanannya untuk berubah. "Jadi, jika spesies ini tidak dapat mengatasi air yang memanas, lalu bagaimana spesies lain yang kurang toleran akan bertahan?", tanya Rummer, yang juga seorang ahli biologi kelautan di JCU.

Para peneliti menguji efek pemanasan suhu pada telur hiu epaulette dalam air hingga 31 derajat Celcius (88 derajat Fahrenheit), yang merupakan suhu air musim panas yang prediksi akan terjadi di Great Barrier Reef pada akhir abad ini.

Baca Juga: Kasihan, Bayi Hiu yang Lahir Prematur Ini Kekurangan Gizi
Program Padat Karya Restorasi Terumbu Karang di Bali Diluncurkan

Jika kenaikan suhu terus berlanjut, mungkin ada saatnya hiu ini tidak dapat lagi berkembang dengan baik dan Itu bisa menghancurkan seluruh ekosistem Great Barrier Reef. Studi tersebut sudah diterbitkan di jurnal Scientific Reports, para 12 Januari lalu.

"Hiu adalah predator penting yang menjaga ekosistem laut tetap sehat. Tanpa predator, seluruh ekosistem bisa runtuh, itulah mengapa kita perlu terus mempelajari dan melindungi makhluk ini," kata Wheeler.