Berita Perikanan - Evaluasi kebijakan Edhy Prabowo diminta tidak hanya oal izin ekspor benih lobster tetapi juga harus diperluas ke kebijakan perizinan lainnya.
SariAgri - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengingatkan agar evaluasi kebijakan Edhy Prabowo tidak hanya terbatas soal izin ekspor benih bening lobster (BBL) tetapi juga harus diperluas ke kebijakan perizinan lainnya.
Selain izin benih lobster, lanjut dia, sistem perizinan lain pada sektor kelautan dan perikanan perlu mendapat pengawasan semua pihak terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Terdapat kewenangan perizinan lain di kkp yang rawan seperti pertambakan, tata ruang pesisir dan laut, reklamasi dan izin kapal ikan," ujarnya, Selasa (1/12/2020).
Baca Juga: LIPI Nilai Kebijakan Ekspor Benih Lobster Perlu Dikaji Ulang
ICW Sebut Persoalan Ekspor Benih Lobster dari Hulu hingga Hilir
Menurut Abdi, potensi pidana korupsi terkait kasus ekspor benih lobster meski nilainya kecil tetapi bisa berdampak psikologis dan menjadi semacam peringatan bahwa sektor kelautan dan perikanan masih rawan terjadi praktik korupsi. Dia menilai dampak psikologisnya besar dan jika tidak terungkap akan menjadi pintu masuk praktik korupsi lain di sektor kelautan dan perikanan.
Besarnya kewenangan perizinan di KKP, lanjut dia, jika tidak di tata dengan baik akan mengundang praktik percaloan atau broker berkelindan dengan kekuasaan atau oligarki. Kondisi tersebut harus diantisipasi dengan menutup celah korupsi kebijakan, suap dan percaloan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat.
"Caranya dengan membangun sistem pencegahan korupsi di internal KKP dan pilih orang baik yang berintegritas," pungkasnya.