Dinilai kurang Efisien, Program Konversi Bahan Bakar di Tolak Nelayan

Ilustrasi perkampungan nelayan (Wikimedia)

Editor: M Kautsar - Jumat, 20 November 2020 | 21:03 WIB

SariAgri - Sejumlah nelayan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta program konversi bahan bakar minyak ke gas LPG untuk dievaluasi kembali. Pasalnya, bagi nelayan di Kota Mataram program tersebut justru menyulitkan dari sisi operasional sehari-hari.

Salah seorang nelayan di Lingkungan Bintaro Jaya Ampenan, Sahwan menerangkan sebagian besar nelayan masih merasa konversi bahan bakar tersebut cenderung menghabiskan tempat untuk dibawa di kapal. Selain itu, faktor risiko seperti gas yang gampang meledak diakui menjadi momok lainnya bagi nelayan yang diminta beralih menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar.

“Boros tempat itu sudah yang utama. Makanya kebanyakan itu yang jual juga, diganti sama yang baru. Paling sip pakai bensin saja,” ujar Sahwan.

Menurutnya, ketika diberikan bantuan tesebut oleh Pemkot Mataram nelayan di Bintaro Jaya memang menyambut baik. Namun ketika dicoba untuk operasional, justru terasa tidak efisien.

“Kalau kita bawa di perahu misalnya bebanya jadi banyak sekali, tidak seperti pakai bensin. Hemat sih hemat, tapi boros (tempat). Kita takut juga (meledak) kalau merokok dan sebagainya,” jelasnya.

Diterangkan, dengan kondisi laut yang tidak menentu beban perahu menjadi salah satu faktor penentu. Jika perahu terlalu berat, kemungkinan tenggelam menjadi besar. Sedangkan kebanyakan perahu nelayan yang ada saat ini memakai bahan fiber, bukan kayu.

“Kalau pakai fiber ini kita cari ringannya memang, tapi kalau sudah terbalik sekalian sudah tenggelam itu. Dia tidak bisa ngapung lagi soalnya,” ujar Sahwan.

Untuk itu, dirinya berharap pada program penyaluran bantuan selanjutnya pemerintah lebih memperhatikan aspek-aspek teknis seperti itu. “Pokoknya yang pakai bensin paling sip. Kemarin yang (converter kit gas LPG) itu saya jual, karena itu cepat rusak juga,” sambungnya.

Ketika mendapat informasi bahwa satu unit converter kit dan dua tabung gas LPG yang diberikan pemerintah tersebut alokasi anggarannya mencapai Rp10 juta, Sahwan justru tidak percaya. “Mana ada mesin bantuan itu Rp10 juta. Percaya sama saya,” ujarnya.

Mesin bantuan tersebut dijualnya seharga Rp4,5 juta untuk membeli mesin baru dengan bahan bakar minyak. “Saya beli Yamaha Rp4,7 juta, sudah lengkap saya beli itu. Itu dari hasil jual mesin yang sumbangan sama ada saya tambaha lagi sedikit,” jelasnya.

Diterangkan, sebagian besar nelayan di lingkungannya melakukan hal yang sama. “Cepat rusak juga yang itu. Ada yang masih (belum menjual), tapi karena belum ada uang saja (untuk membeli yang baru),” sambungnya.

Nelayan lainnya di Lingkungan Pondok Perasi Ampenan, Junaidi berharap pada program penyaluran bantuan selanjutnya pemerintah dapat menyesuaikan dengan kebutuhan nelayan. Kendati demikian, penyaluran yang belum merata juga menjadi masalah lainnya bagi nelayan-nelayan di lingkungan tersebut.

“Kalau mau ada penyaluran bantuan lagi jangan lah yang LPG itu, terlalu rumit. Tapi, kita juga di sini belum pernah dapat bantuan, jaring-jaring tidak pernah. Nelayan di utara Pura Segara (Lingkungan Bintaro Jaya) itu saja yang dapat,” ujarnya.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, Junaidi mengakui penggunaan gas LPG sebagai bahan bakar memang lebih hemat. Namun terbatas pada pelayaran-pelayaran tertentu.

“Kalau kita ini yang nongkol (mencari ikan tongkol) sampai ke Bali repot juga. Mana kita berani cuma bawa dua nanti, terus satu tabung beratnya 3 kilogram. Mau bawa berapa kilogram kita,” ujarnya.

Untuk itu, konversi mesin tersebut menurutnya perlu melihat aspek-aspek lain di lapangan. “Banyak yang tidak berani bawa begituan nelayan di sini, jadi dijual saja,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya melihat penyaluran bantuan tersebut banyak yang belum tepat sasaran. “Banyak itu yang bukan nelayan yang dapat. Yang kerja-kerja di darat itu yang dapat, jadi tidak tepat sasaran. Kita di Pondok Perasi ini juga pengen dapat, dan kita nelayan asli. Kita mengharapkan, tapi tidak pernah dapat yang di daerah sini,” kata Junaidi. (Sariagri/Yongki)