Budidaya Ikan Gabus Selamatkan Lahan Gambut di Riau dari Kebakaran

Editor: M Kautsar - Rabu, 24 Agustus 2022 | 18:00 WIB
Sariagri - Sebanyak 57,44 persen wilayah Kabupaten Siak, Riau, merupakan lahan gambut. Oleh karena itu, kebakaran hutan dan lahan gambut di Siak yang terjadi sepanjang 2011 sampai 2015 menimbulkan kerugian amat besar.
Wakil Bupati Siak, dan sekaligus Wakil Ketua Umum Lingkar Temu Kabupaten lestarai, Husni Merza memandang luasnya lahan gambut ini sebagai kekayaan ekologis, yang menyuguhkan tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. Masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut perlu mencari alternatif pendapatan ramah gambut.
Namun, kami sadar bahwa Pemkab Siak tidak bisa sendiri dalam mengatasi masalah kebakaran. Kami menyusun Peraturan Bupati tentang Inisiatif Siak Hijau. Kini pun sudah ada Peraturan Daerah tentang Siak Kabupaten Hijau,” kata Husni.
CEO PT Alam Siak Lestari (ASL), Musrahmad pun berusaha mencari solusi terbaik agar bisa hidup nyaman bersama gambut. Gambut yang berisiko terbakar adalah gambut yang kering. Salah satu cara untuk memperkecil risiko kebakaran adalah menjaga lahan gambut tetap basah.
“Di situlah tercetus model bisnis yang dapat membantu masyarakat sekaligus menjaga lingkungan, yaitu budidaya ikan gabus di lahan konservasi gambut dan area sekat kanal. Hal ini terwujud berkat gotong royong antara Pemkab Siak, masyarakat sipil, sektor swasta, dan orang-orang muda,” kata pria yang akrab disapa Gun tersebut.
Menyadari bahwa banyak ikan gabus yang ditangkap liar dari perairan lahan gambut, Gun bersama para mitra Siak Hijau berupaya mendalami berbagai spesies endemik gabus di habitat gambut, seperti jenis toman dan lompong.
Melalui riset yang mendalam tentang kandungan dalam ikan gabus bersama mitra, mereka menemukan bahwa ikan gabus dari habitat gambut mengandung albumin yang sangat tinggi, lebih tinggi daripada jumlah albumin pada hewan lain.
Inilah yang membuat ASL kemudian memutuskan untuk bereksperimen budidaya dan ekstraksi ikan gabus dengan fokus produk turunan kesehatan lewat program HEAL (Healthy Ecosystem Alternative Livelihood) Fisheries. Harapannya, semakin kuat motivasi warga dan desa untuk memelihara gambut tetap basah, jika ada mata pencaharian baru yang menjanjikan dari hasil olahannya.
Gun menyampaikan, HEAL Fisheries hanyalah proyek awal. Setelah produk masuk pasar, ASL akan beralih ke potensi lain yang tujuannya juga sama, yaitu penyelamatan gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat produk turunan bernilai tinggi.
“Potensi yang dikembangkan harus potensi yang berbasis solusi nyata terhadap masalah utama kami, yakni konservasi gambut. Dan, yang tak kalah penting, pasarnya ada,” kata Gun.
Sistem budidaya ikan gabus pun dibuat tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Setelah albumin diekstrak, daging ikan yang tetap utuh kemudian diolah menjadi tepung yang mengandung protein tinggi. Karena, selain albumin, ikan gabus mengandung banyak protein lain, seperti omega 3 dan omega 9. Tepung tersebut diolah lagi menjadi makanan berprotein tinggi.
“Kami punya produk turunan protein ball. Ada juga kukis dari tepung ikan gabus, daun kelor, dan gula aren, yang tinggi peminat. Kulitnya diolah menjadi gelatin, yang kemudian diubah menjadi bahan plastik ramah lingkungan yang bahkan bisa dimakan. Sementara isi perut dan kepala ikan dijadikan pupuk cair dan pupuk padat. Sebagian juga diolah menjadi kecap ikan yang berkualitas baik,” kata dia melalui ketarangan resminya, Rabu (24/8/2022).
ASL selalu memastikan produk mereka berkualitas. “Karena, konsumennya adalah masyarakat lokal, yaitu teman-teman, tetangga, dan keluarga sendiri. Kami melakukan pengujian di setiap prosesnya. Kandungan albumin dalam produk kami mencapai 17% - 20%,” kata Gun, yang kini sudah mempunyai laboratorium sendiri.
Saat ini ASL sedang dalam tahap akhir pengurusan izin edar dari BPOM untuk produk ekstrak albumin HEAL Fisheries.
Tak hanya bertujuan menyelamatkan lingkungan, ASL juga dibentuk untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Karena itu, ASL menetapkan diri menjadi perusahaan masyarakat dalam bentuk BUMDes.
Sejauh ini ASL bekerja sama dengan dua desa yang telah melakukan penyertaan modal pada tahap awal. Dalam lima tahun ke depan ASL ingin merangkul hingga sepuluh desa. ASL juga menentukan, pembeli saham tidak boleh perorangan, melainkan harus berbentuk BUMDes, koperasi, atau kelompok.
“Kami ingin memastikan, saat perusahaan ini berjalan, pendapatan, keuntungan, serta hal-hal yang diperoleh dari proses tersebut, harus kembali lagi kepada masyarakat,” kata Gun.
Sebagai perusahaan, ASL punya target menguasai pasar lokal, yaitu area Riau. Menurut Gun, masyarakat Riau harus mengetahui soal produk berkualitas yang dekat dengan mereka dan bisa mengaksesnya. “Dengan adanya produk kami, masyarakat Riau jadi punya pilihan. Tidak seperti dulu, ketika pilihan itu tidak tersedia. Jika pasar Riau sudah dikuasai, barulah kami merambah pasar yang lebih luas, seperti wilayah Indonesia lain dan negara tetangga, sambil menyiapkan produk lain,” kata Gun.
Setelah menggarap potensi perikanan gabus, Gun dan tim melirik budidaya nanas. “Nanas,salah satu tumbuhan yang cocok di lahan gambut. Dengan belasan ribu hektar tanaman nanas di Siak yang mampu melindungi lahan gambut sekitar, potensinya besar sekali. Akan ada banyak produk turunan yang bisa diciptakan dan dikembangkan dari nanas,” kata Gun, yang menargetkan konservasi gambut seluas 16.000 hektare.
Berkat usahanya ini, ASL menjadi finalis pada MIT Solve Challenge 2021 (MIT SOLVE) yang diselenggarakan oleh universitas asal Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk kategori Resilient Ecosystems. Perusahaan rintisan ini melaju sebagai salah satu dari 88 finalis dari 1.800 pendaftar di 128 negara dan satu-satunya perwakilan Indonesia pada MIT SOLVE 2021.
Husni berharap, penghargaan tersebut menginspirasi banyak anak muda lain untuk bersama-sama dengan pemerintah maupun elemen masyarakat lain melindungi alam sekaligus menyejahterakan masyarakat. “Kami akan terus mendukung agar inisiatif seperti ini dapat direplikasi di banyak tempat,” kata Husni.