Ikan Penjaga Sumber Mata Air, Kelik Sulung Terancam Punah

Ikan kelik sulung. (Vince Adam)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Jumat, 29 Juli 2022 | 15:15 WIB

Sariagri - Lahan basah menjadi habitat bagi sejumlah ikan air tawar endemik di Kepulauan Bangka Belitung. Salah satunya ikan kelik sulung (Encheloclarias tapeinopterus) dari keluarga lele (Clariidaee), yang hingga saat ini hanya dapat ditemukan di Pulau Bangka.

Jenis lele atau bahasa Bangka disebut Ikan Kelik merupakan ikan endemik yang terbilang unik dan menarik dari jenis ikan yang lain. Memiliki ukuran maksimalnya hanya mencapai 12,4 sentimeter, sirip adiposanya cukup panjang serta tidak didukung ekstensi duri saraf.

Pembina sekaligus pendiri Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung “The Tanggokers”, Swarlanda mengatakan, ciri khusus kelik sulung ada pada dorsal pada bagian atas, yang lebih pendek dibandingkan jenis clarias atau lele alam lain.

“Dorsal punggug kelik sulung hanya pada tengah punggung tubuh, antara kepala dan ekor, serta memiliki 24 duri punggung lunak,” ujarnya seperti dikutip dari Mongabay, Jumat (29/7/2022).

Nur Djumadiel Iman, Ketua The Tanggokers, mengatakan kelik sulung biasa hidup di antara akar pohon di hutan rawa gambut serta aliran sungai kecil bawah tanah yang dipenuhi tumpukan daun mati.

“Spesies sejati penghuni habitat blackwater (rawa dan sungai) yang berasosiasi dengan hutan rawa gambut. Ikan ini jarang melakukan migrasi jauh dari habitat aslinya,” katanya.

Ketika masuk musim kemarau, kelik sulung memanfaatkan sumber mata air murni di tengah hutan sebagai tempat bernaung.

“Ikan ini penjaga sumber mata air. Saat kami mendatanya di sebuah kawasan hutan Pulau Bangka, beberapa waktu lalu, kelik sulung makin sulit ditemukan. Hampir semua kantong habitatnya dikelilingi perkebunan sawit dan pertambangan,” ujarnya.

Melihat IUCN Red List, dari tujuh spesies lele dari Genus Encheloclarias yang tersebar terbatas di dataran Sundaland (Asia Tenggara), semuanya berstatus Rentan hingga Kritis.

Kelik sulung merupakan penghuni sejati habitat rawa dan sungai yang berasosiasi dengan hutan rawa gambut. Swarlanda menjelaskan, ancaman kelestarian kelik sulung di Bangka adalah degaradasi habitat.

“Kawasan dataran rendah menjadi target aktivitas penambangan timah dan tambang, diduga banyak mengandung timah, ditambah lagi sering disebut lahan tidur,” katanya.

Berdasarkan DIKPLHD (Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2021, provinsi dengan luas daratan 1,6 juta hektar ini memliki lahan gambut seluas 47.996,36 hektar. Kabupaten Bangka Tengah terluas, sekitar 20.975,49 hektar atau setara 43,70 persen luas gambut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sementara di Belitung tidak memiliki gambut.

Dokumen yang sama menyatakan, persentase kondisi lahan gambut yang belum mengalami kerusakan di bawah 6 persen, atau lebih kurang 2.800 hektar. Hasil overlay dengan peta penutup lahan tahun 2020 diperoleh indikasi penyebab kerusakan yaitu konversi lahan gambut menjadi perkebunan, pertambangan, pertanian lahan kering campur semak serta lahan terbangun.

“Di antara konversi lahan tersebut, perkebunan dan pertambangan penyumbang terbesar,” tulis dokumen tersebut.

Ilustrasi lahan gambut (Foto: Istimewa)
Ilustrasi lahan gambut (Foto: Istimewa)

Gambut dan Ikan Endemik

Berdasarkan penelitian yang dipublikasi Ecological Society of America and Wiley dalam jstor.org berjudul “Global extinctions of freshwater fishes follow peatland conversion in Sundaland” oleh Xingli Giam dkk., lahan gambut di Sundaland yang masuk hotspot keanekaragaman hayati meliputi Semenanjung Malaysia, kepulauan di Borneo, Jawa dan Sumatera. Luasnya mencapai 1,6 juta hektar atau 36 persen dari luasan lahan gambut tropis dunia.

Dari luasan tersebut, ada 102 jenis ikan endemik yang bergantung pada ekosistem lahan gambut. Namun, masa depan spesies ini terancam deforestasi, tingkat konversi hutan rawa gambut didominasi pertanian dan berlanjut hingga 2050, diperkirakan 16 spesies ikan air tawar endemik dapat punah secara global.

“Dalam skenario terburuk, wilayah paling cepat rusak adalah daerah aliran sungai [DAS]. Sekitar 77 persen [79 dari 102 spesies] spesies ikan yang beradaptasi secara sempit [stenotopik] di gambut, kemungkinan besar akan punah, dua kali lipat dari angka kepunahan ikan air tawar dunia yang diketahui,” tulis penelitian tersebut.

Dalam penelitian yang sama, juga diurutkan 10 spesies ikan air tawar endemik paling rentan punah karena degradasi gambut, yakni Encheloclarias prolatus, Betta brownorum, Sundadanio Goblinus, Sundadanio margarition, Betta ibanorum, Betta Burdigala [endemik Bangka Belitung], Encheloclarias tapeinopterus [endemik Bangka Belitung], Paedocypris progenetica, Parosphromenus allani, dan Hyalobagrus ornatus.

“Kehilangan spesies ikan ini, akan diringi pengeringan daerah aliran sungai secara global pada 2070” tulis penelitian tersebut.

Dibutuhkan Pendekatan Konservasi

Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan oleh Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung setiap tiga bulan sekali, umumnya habitat ikan endemik di Bangka Belitung berada di luar kawasan lindung ataupun konservasi.

“Hampir semua kantong habitat masuk kawasan hutan produksi atau area penggunaan lain (APL). Kondisi ini membahayakan kelestarian ikan endemik di Pulau Bangka, karena rentan dikonversi menjadi lahan perkebunan ataupun pertambangan,” kata Djumadiel.

Berdasarkan dokumen SLHD (Status Lingkungan Hidup Daerah) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014, luas kawasan hutan di Bangka Belitung mencapai 657.380 hektar, sementara dalam dokumen IKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2021, luas kawasan hutan pada tahun 2015 tersisa 235.585,8 hektar, atau berkurang 421.794,2 hektar dalam setahun.

Baca Juga: Ikan Penjaga Sumber Mata Air, Kelik Sulung Terancam Punah
Dahsyat! Nilai Ekonomi Benih Lele di Daerah Ini Capai Rp1,3 T

Luasan tersebut terus mengalami penurunan, hingga pada 2020 tersisa 197.255,2 hektar. Artinya, kurang 6 tahun (2014-2020), Bangka Belitung kehilangan hutan seluas 460.000 hektar. Disi lain, hingga kini belum ada hutan adat di Bangka Belitung yang diakui negara.

“Selama ini, kearifan lokal masyarakat membuat sejumlah ikan endemik bertahan di alam. Masyarakat menjaga hutan tersisa, ditengah masifnya penambangan dan perkebunan sawit. Kami berharap ada lanskap khusus sebagai habitat ikan endemik Bangka Belitung,” harap Swarlanda.